.
Plt. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati. (PM-Dok. BMKG)
Patmamedia.com (JAKARTA) – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperpanjang Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) selama 24 jam non-stop di Jakarta dan sekitarnya hingga 20 Maret 2025. Keputusan ini diambil berdasarkan analisis BMKG yang menunjukkan prediksi curah hujan dasarian II dan III Maret 2025 berada dalam kategori tinggi hingga sangat tinggi di wilayah Jabodetabek bagian Selatan.
Plt. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam siaran persnya menjelaskan, perpanjangan OMC ini merupakan langkah preventif pemerintah untuk menanggulangi bencana hidrometeorologi akibat cuaca ekstrem.
OMC dilaksanakan bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta, serta TNI AU, dengan pusat operasi di Posko Lanud Halim Perdana Kusuma.
"OMC ini bertujuan untuk memberikan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat. Seluruh prosesnya dilakukan berdasarkan analisis data dan pemodelan atmosfer yang akurat agar berjalan efektif," ujar Dwikorita di Jakarta, Jumat (14/3/2025).
BMKG mengidentifikasi adanya sirkulasi siklonik di Samudera Hindia, pesisir barat Sumatera, yang membentuk belokan angin di sebagian besar wilayah Jawa Barat. Fenomena ini menyebabkan perlambatan kecepatan angin yang meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan di Jabodetabek.
Sebelumnya, pada 4-8 Maret, BMKG telah melaksanakan OMC di Jabodetabek untuk mengurangi curah hujan ekstrem dan potensi bencana hidrometeorologi. Hasilnya menunjukkan keberhasilan menekan curah hujan hingga 30-40% di wilayah operasi, sehingga membantu meringankan dampak banjir bagi masyarakat.
Selama periode tersebut, telah dilakukan 26 sorti penerbangan dengan durasi total 50 jam 17 menit. Sebanyak 22.000 kg Natrium Klorida (NaCl) dan 4.000 kg Kalsium Oksida (CaO) digunakan sebagai bahan semai dalam operasi ini.
Deputi Modifikasi Cuaca BMKG, Tri Handoko Seto, menekankan bahwa kegiatan OMC difokuskan untuk mengamankan wilayah Jabodetabek, terutama daerah yang terdampak banjir. Penyemaian awan dilakukan secara strategis di wilayah hulu guna mengendalikan curah hujan sebelum mencapai kawasan rawan banjir. Selain itu, operasi juga mencakup wilayah perairan selatan Banten hingga Jawa Barat untuk menghambat pasokan uap air dari selatan yang berpotensi masuk ke wilayah Bogor.
"Awan-awan yang terbentuk di Perairan Laut Utara Jawa dan berpotensi bergerak menuju Jabodetabek juga turut disasar guna memutus pasokan uap air dari utara. Langkah ini diambil untuk mengurangi risiko curah hujan tinggi di Jabodetabek," jelas Seto.
OMC Diperluas ke Jawa Barat
Selain di Jabodetabek, BMKG juga memperluas OMC ke wilayah Jawa Barat. Operasi ini dilakukan bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan TNI AU, mengacu pada prakiraan curah hujan tinggi hingga sangat tinggi di Jawa Barat hingga akhir Maret 2025.
OMC di Jawa Barat beroperasi pada pagi hingga sore hari, sedangkan jika ancaman terjadi pada malam hari, operasi akan dibantu oleh Posko Jakarta. Keputusan ini diambil sebagai respons terhadap banjir yang terjadi di beberapa wilayah Jawa Barat seperti Bekasi, Bogor, Sukabumi, dan Karawang pada awal Maret 2025.
"Untuk memitigasi risiko banjir, BPBD Jabar melakukan OMC guna mengurangi curah hujan tinggi," ujar Seto.
Pada tahap pertama, penyemaian NaCl dilakukan di langit Jawa Barat untuk mempercepat turunnya hujan di atas laut dan waduk, sehingga intensitas hujan di daratan dapat dikurangi. Jika terdapat awan berpotensi hujan lebat di daratan, seperti di Bandung, penyemaian CaO digunakan untuk mengurangi intensitas hujan agar tidak menyebabkan banjir atau longsor.
Pada 11 Maret, telah dilakukan dua sorti penerbangan dengan total durasi 3 jam 25 menit, menggunakan bahan semai sebanyak 1.600 kg. Ke depan, rencana operasi mencakup tiga sorti per hari dengan setiap sorti menggunakan 800 kg bahan semai dan durasi penerbangan 1,5-2 jam.
Analisis BMKG menunjukkan bahwa wilayah Jawa Barat berpotensi mengalami cuaca ekstrem dengan hujan lebat, angin kencang, dan petir. Tanpa OMC, risiko banjir, tanah longsor, serta gangguan aktivitas masyarakat akan meningkat, berpotensi merusak infrastruktur dan menghambat mobilitas ekonomi.
"Dengan OMC, intensitas hujan dapat dikendalikan lebih awal dan direduksi hingga 30-60% dari total prediksi curah hujan, sehingga dampak bencana dapat diminimalisir dan keselamatan masyarakat lebih terjamin," pungkasnya.(*)