.
Yani Fathurrahman, anggota komisi D DPRD Kabupaten Sleman dari Fraksi PKS. (PM/Arifin)
Sleman (PM) - Kabupaten Sleman yang dikenal sebagai salah satu kota pendidikan di Yogyakarta, ternyata masih memiliki indeks Rata-rata Lama Sekolah (RLS) yang jauh dari harapan. Dengan memaksimalkan program Jaring Pengaman Sosial (JPS), diharapkan indeks RLS di Kabupaten Sleman bisa menjadi lebih baik di masa mendatang..
Data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Sleman yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, angka Harapan Lama Sekolah (HLS) di Kabupaten Sleman pada 2020 adalah 16,73 tahun. Namun RLS yang tercapai hanya 10,91 tahun.
Anggota Komisi D DPRD Kabupaten Sleman, Yani Fathurrahman, S.PdI saat dikonfirmasi perihal tersebut menjelaskan, RLS 10,91 tahun itu sama artinya dengan tidak lulus SMA. Sedangkan untuk HLS 16,73 tahun setara dengan sarjana. Hal ini berarti jika di-breakdown secara detail ada kemungkinan anak-anak di Sleman yang hanya berijazah SD atau SMP. Sedangkan jika melihat indeks HLS-nya, mereka harusnya sudah mengenyam bangku kuliah.
"Inilah yang menjadikan keprihatinan dan harus segera ada solusi bersama. Harus ada sarana penunjang pendidikan yang memadai dan merata untuk bisa mendongkrak RLS itu.," tutur politisi dari Partai Keadailan Sejahera (PKS) itu.
Rendahnya indeks RLS di Sleman, demikian Yani, tidak semata-mata karena pola pikir masyarakat, namun bisa juga karena karena masih banyaknya warga masyarakat yang kesulitan untuk membiayai anaknya sampai jenjang pendidikan tinggi. Padahal pemerintah Kabupaten Sleman sudah menyediakan Jaring Pengaman Sosial (JPS) yang alokasi anggaranya mencapai Rp.11,8 miliar di tahun 2021.
Menurut Yani Fathurrahman, masalah JPS adalah faktor sosialisasi kepada masyarakat yang belum dilakukan secara masif. Padahal, lanjutnya, JPS ini adalah kebijakan anggaran pemerintah daerah dan bisa diakses semaksimal mungkin oleh masyarakat yang membutuhkan. Jangan sampai ada anak putus sekolah hanya karena alasan tidak ada biaya.
"Bantuan pendidikan bagi mahasiswa dari keluarga miskin juga ada. Jangan sampai ada anak mogol melanjutkan sekolah ke jenjang lebih tinggi hanya karena lokasi sekolah yang jauh atau karena tidak adanya biaya," tuturnya.
Lebih dari itu menurut Yani Tathurrahman, pola pikir masyarakat yang salah juga punya andil terhadap rendahnya RLS di Sleman. Ini menjadi tugas pemerintah untuk meluruskan dan memberikan edukasi. Bukan tidak mungkin anak-anak yang putus sekolah itu karena terlalu dini bekerja dan pegang uang sendiri sehingga menjadi terlena dan lupa untuk melanjutkan pendidikan.
"Ini perlu edukasi lintas sektoral. Mindset tidak perlu sekolah tinggi yang penting bisa kerja dan dapat uang harus diubah," pungkasnya.
Pendidikan tinggi, jelas Yani Fathurrahman, bukan semata-mata untuk mencari pekerjaan, melainkan sangat penting untuk membangun pola piikir yang lebih maju. Ia berharap, anggaran JPS untuk pendidikan bisa terus dinaikkan setiap tahun, agar bisa lebih banyak anak Sleman mencapai gelar sarjana.***g