.
YOGYA (PM) - Dari waktu ke waktu kebutuhan pendampingan komunitas difabel makin meningkat. Kaum difabel bukanlah orang termarginalkan, melainkan warga negara yang sama-sama membutuhkan akses sesuai kemampuan.
Hal tersebut disampaikan Ketua Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah M. Nurul Yamien, dihadapan 31 peserta pelatihan Fasilitator Baca Al-Qur’an Difabel Netra & Tuli di Wisma Sargede,Yogyakarta (18/12/2021).
MPM PP Muhammadiyah bersama Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah Muhammadiyah (LazisMu) berkolaborasi menyelesaikan masalah sosial, selaras dengan semangat “Masyarakat Qaryah Thoyyibah” yang dijadikan konsep sosial di persyarikatan harus memuat bahwa kaum difabel sebagai kaum yang setara. MPM PP Muhammadiyah dan LazisMu Pusat menginisiasi pendampingan baca Qur’an untuk komunitas difabel netra dan tuli.
“Program ini masuk ke dalam 6 Pilar Program LazisMu, yakni pilar dakwah. Pilar yang berfungsi menguatkan sisi rohani dan pemenuhan kebutuhan untuk kegiatan dakwah,” ungkapnya.
Ditambahkan, merujuk assessment kedua komunitas ini sangat membutuhkan pendampingan karena perbedaan kemampuan mereka dalam mendengar dan melihat. Bahkan mereka kesulitan untuk melakukan ibadah-ibadah harian. Oleh karena itu, diperlukan kader muda yang direkrut dari Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) dengan peminatan khusus kepada difabel.
Manajer Program Pendampingan Baca Al Qur'an Difabel Netra dan Tuli, Ahmad Rizal menuturkan, pelatihan fasilitator pemberdayaan difabel ini adalah tahap pembekalan bagi para kader muda. Mereka nantinya akan mendampingi komunitas difabel netra dan tuli secara rutin. Melalui interaksi ini diharapkan komunitas difabel bukan lagi menjadi kelompok yang eksklusif.
“Tujuan pelatihan fasilitator pemberdayaan difabel bertujuan untuk menyiapkan fasilitator yang mampu mendampingi pembelajaran membaca Al Quran bagi komunitas difabel netra dan tuli,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua MPM PP Muhammadiyah M. Nurul Yamien, mengatakan mendampingi kelompok difabel tidak bisa lepas dari nilai dasar atau nilai basis gerakan jihad kemanusiaan. Jihad kemanusiaan ini didasari pada tiga nilai, yakni Teologi Al Ma’un, Fikih Al Ma’un, dan Fikih Difabel.
Tiga nilai dasar ini juga harus ditransformasikan kepada kelompok-kelompok difabel. Maka, pemberdayaan kelompok difabel berada dalam satu kesatuan dengan implementasi tauhid, keadilan, dan kemaslahatan.
“Hidup ini adalah hidup yang berbasis tauhid, keadilan, dan memberikan kemanfaatan siapapun dia. Harapannya dengan nilai dasar ini akan menjadi daya ungkit dan daya angkat kelompok difabel kemudian bergerak untuk melakukan aktivitas-aktivitas kehidupan yang lebih baik,” terang Yamin.
Pendampingan baca Al Qur’an kepada kelompok difabel netra dan tuli ini masuk ke dalam agenda MPM pada level mikro atau personal. Di mana MPM dalam strategi pemberdayaan difabel memiliki tiga level agenda, yakni level mikro (personal – individual), meso (keluarga dan masyarakat), makro (struktural kebijakan). ***