.
Magelang- Gethok Tular atau yang dalam istilah bahasa Jawa berarti menyampaikan informasi dari satu orang kepada yang lain secara sambung menyambung/ mulut ke mulut, menjadi jalan utama usaha kuliner Opor Bebek Bu Sri dikenal masyarakat. Meski saat ini banyak media yang bisa digunakan untuk memperluas informasi tentang keberadaan kuliner ini, namun tetap saja, konsumen akan lebih percaya dengan testimoni orang per orang yang pernah menyantapnya.
Sajian sederhana berupa bebek yang dimasak opor ternyata mampu membuat sejumlah penikmat kuliner berbahan baku unggas bebek ketagihan. Tak hanya lingkungan sekitar maupun warga seputaran Magelang, Bebek Opor Goreng ini juga sudah memiliki banyak pelanggan tetap bahkan sampai luar kota, seperti Yogyakarta, Jakarta, dan luar Pulau Jawa. Tentu saja, gamblangnya media sosial membuat masyarakat kini lebih mudah untuk menentukan makanan apa yang akan disantap. Tinggal ketik @bebekgorengbusrisadegan para hunter food akan dengan mudah menemukan lokasi yang dimaksud.
"Ibu waktu itu gak pernah promosi kemana mana, ya hanya dari tetangga ke tetangga, menular ke saudaranya tetangga, sampai tetangga beda kampung. Gethok Tular gtu aja", ungkap Hanis anak pemilik warung Bebek Opor Goreng Bu Sri.
Berawal dari lapak rumah yang masih 'gedhek'(red: dinding anyaman bambu) masakan opor bebek Bu Sri perlahan lahan berhasil berkembang, hingga kini mampu menyediakan tempat yang nyaman untuk makan di tempat.
Dari yang semula hanya menyediakan menu opor bebek dan sambel korek hijau, rumah makan sederhana ini berinovasi dengan menyediakan menu bebek opor goreng.
Dikelola oleh generasi kedua, warung bebek ini tetap mempertahankan ciri khasnya dengan menyajikan dan menyandingkan kuah opor pada setiap menu bebek opor goreng yang dipesan.
Buka mulai pukul 9 pagi, seharusnya warung bebek ini beroperasi hingga pukul 4 sore. Namun tingginya antusias penikmat kuliner bebek, kerap kali warung yang beralamat di dusun Sadengan, Sumberarum, Tempuran, Kab. Magelang ini tutup lebih awal lantaran pembeli yang membludak di jam makan siang.
Dibantu 4 orang tetangga yang kini menjadi karyawan, pemilik warung setiap hari selalu turun tangan untuk memastikan kualitas masakannya tetap konsisten. Mulai dari memotong, mencabuti bulu bebek hingga memasaknya menjadi opor. Agar seluruh pekerjaan selesai tepat waktu, pemilik sengaja mengatur para pekerjanya sesuai dengan kebutuhan, 2 orang bekerja di dapur menyiapkan masakan, sementara 2 orang lainnya bertanggungjawab menerima pesanan dan melayani konsumen.
Dalam sehari tak kurang dari 40 ekor bebek, diolah menjadi masakan opor. Jumlah ini pun kerap meningkat 20 persen saat akhir pekan atau hari libur. Wajar jika omset warung Bebek Opor Goreng Bu Sri mampu mencapai 4 juta rupiah per hari.
Untuk mendukung operasional warung makan ini, pemilik juga mempercayakan bahan baku bebek hidup pada suplier. Pada olahan opor, bahan baku yang digunakan adalah jenis bebek afkir atau bebek tua yang sudah tidak bertelur. Meski menggunakan bebek tua, namun olahan Bebek Opor Bu Sri tetap empuk dan legit. Tentu ini karena proses memasak yg juga turut diperhitungkan.
Mempertahankan cara memasak tradisional dengan menggunakan keren dan bahan bakar kayu, cita rasa bumbu opor pun merasuk hingga ke dalam, karena proses pemasakan yang mencapai 2 setengah jam lamanya.
Hanis bercerita, berbeda dari pengalaman menjual mangut iwak kali(red: ikan sungai) sebelumnya yang sepi peminat, eksperimen menjual opor bebek ini ternyata disambut baik masyarakat.
Dijual dengan harga Rp 22.500,- per potong untuk bagian dada atau paha, konsumen bebas memilih varian opor maupun goreng. Sementara untuk makan ditempat, tersedia paket komplit berupa 1 potong bebek, kuah opor, es teh, sambel Korek hijau, dan nasi yang bebas ambil sepuasnya, dengan harga Rp 32.000,-.
Bagi masyarakat yang tertarik menyantap bebek Opor dan bebek goreng Bu Sri, ada baiknya untuk melalukan pemesanan sebelumnya, jika tak ingin kecewa.
Seperti pengalaman Harto, Penasaran dengan ramainya area parkir saat ia tengah bersepeda bersama keluarga menuju jalur wisata Borobudur, Harto akhirnya nekat mendatangi warung untuk menuruti permintaan anak dan istrinya yang ingin menyantap bebek goreng. Karena sudah melewati jam makan siang, pria paruh baya warga Tanjung, Mertoyudan ini akhirnya hanya bisa membawa 4 porsi kepala bebek, lantaran hanya bagian itu saja yang masih tersedia.
Berbeda dengan Ayik, pelanggan yang satu ini pulang dengan membawa 10 potong dada goreng untuk disantap bersama keluarga di rumah. Bukan sekali dua kali menyantap bebek Opor goreng, dalam 1 bulan setidaknya satu kali ia mengajak anggota keluarga menikmati menu favoritnya itu.
"Sudah lima tahunan ya langganan makan bebek disini, sebulan sekali pasti makan disini, kadang dibungkus juga makan di rumah. Jadi menu favorit kalo lagi kumpul keluarga", cetus Ayik.
Enak, gurih, dan bumbu yang meresap sampai ke dalam bagian daging, diakui Ayik cukup membuatnya ketagihan.
Melihat banyaknya konsumen yang kerap pulang dengan tangan kosong, ternyata tidak membuat pemilik warung termotivasi untuk membuka cabang ataupun bergabung di marketplace. Terbatasnya tenaga yang bersedia bekerja di dapur menjadi alasan sang pemilik untuk menjadikan warung ini satu satunya warung bebek Opor goreng Bu Sri yang legendaris.
Warung Bebek Goreng Bu Sri Sadegan
Sadegan, Tempuran, Kab. Magelang
085643947090